Kerajaan Sriwijaya Dan Kalingga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok)
adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad
ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di
suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber
sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari
sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan
yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat
mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada
pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan
barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Yang sangat tampak bagi orang Cina ialah orang Kaling (Jawa), kalau makan
tidak memakai sendok atau garpu, melainkan dengan jarinya saja. Minuman
kerasnya yang dibikin ialah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (tuak).
Diberitakan pula bahwa dalam tahun 640 atau 648 M kerajaan Jawa mengirim
utusan ke Cina. Pada tahun 666 M, dikatakan bahwa tanah Jawa diperintah oleh
seorang raja perempuan yakni dalam tahun 674 – 675 M, orang-orang Holing atau
Kaling (Jawa) menobatkan raja perempuan yang bernama Simo, dan memegang
pemerintahannya dengan tegas dan bijaksana.
Kerajaan Sriwijaya Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Thai: ศรีวิชัย atau "Ṣ̄ rī wichạy"
adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara. “Sriwijaya” dalam Bahasa
Sanskerta, mengandung dua suku kata: “sri” berati cahaya; “wijaya” berarti
kemenangan. Jadi, Sriwijaya berarti ‘kemenangan yang bercahaya’. Dan
memang, Sriwijaya adalah satu dari kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara.
Kerajaan ini muncul pada abad ke-7 M dan dikenal sebagai kerajaan maritim yang
kuat dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung
Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Letak Kerajaan dengan
daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa, dan pesisir Sumber Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri
berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti
"kemenangan" atau "kejayaan",maka nama Sriwijaya bermakna
"kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti Kehidupan Politik awal
mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti Keadaan Sosial Ekonomi paling tua mengenai
Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yang yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannyaKebudayaan mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di
antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990, dan
tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,Keruntuhan Sriwijaya
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kehidupan pada masa Kerajaan Kalingga
dan Kerajaan Sriwijaya?
2.
Apa hikmah yang dapat kita pelajari dari belajar
kehidupan pada masa Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya?
C. Tujuan
1.
Untuk membantu mempermudah pembelajaran, serta
melengkapi pematerian
2.
Kita bisa mengenal dan mengetahui sejarah
Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya
3.
Dapat mengetahui kehidupan pada masa Kerajaan
Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Kalingga
1. Kehidupan Politik
Pada abad VII
Masehi Kerajaan Kalingga pernah dipimpin seorang ratu bernama Sima. Ratu Sima
menjalankan pemerintahan dengan tegas, keras, adil, dan bijaksana. Ia melarang
rakyatnya untuk menyentuh dan mengambil barang bukan milik mereka yang tercecer
di jalan. Bagi siapapun yang melanggar akan mendapat hukuman berat. Hukum di
Kalingga dapat ditegakkan dengan baik. Rakyat taat terhadap peraturan yang
dibuat ratu mereka. Oleh karena itu, ketertiban dan ketentraman di Kalingga
berjalan baik.
Menurut naskah Carita
Parahyangan, Ratu Sima memiliki cucu bernama Sahana yang menikah dengan Raja
Brantasenawa dari Kerajaan Galuh. Sahana memiliki anak bernama Sanjaya yang
kelak menjadi Dinasti Sanjaya. Sepeninggalan Ratu Sima, Kerajaan Kalingga
ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya.
2. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Kalingga mengembangkan perekonomian
perdagangan dan pertanian. Letaknya yang dekatdengan pesisir utara Jawa Tengah
menyebabkan Kalingga mudah diakses oleh para pedagang dari luar negeri. Kalingga
merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading
sebagai barang dagangan. Sementara wilayah pedalaman yang subur, dimanfaatkan
penduduk untuk mengembangkan pertanian. Hasil-hasil pertanian yang
diperdagangkan antara lain beras dan minuman. Penduduk Kalingga dikenal pandai
membuat minuman berasal dari bunga kelapa dan bunga aren. Minuman tesebut
memiliki rasa manis dan dapat memabukkan. Dari hasil perdagangan dan pertanian
tersebut, penduduk Kalingga hidup makmur.
3. Kehidupan Agama
Kerajaan Kalingga merupakan pusat agama Buddha di
Jawa.Agama Buddha yang berkembang di Kalingga merupakan ajaran Buddha Hinayana.
Pada tahun 664 seseorang pendeta Buddha dari Cina bernama Hwi-ning berkunjung
ke Kalingga. Ia datang untuk menerjemahkan sebuah naskah terkenal agama Buddha
Hinayana dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Cina. Usaha Hwing-ning dibantu oleh
seorang pendeta Buddha dari Jawa bernama Jnanabadra.
4. Kehidupan Sosial dan Budaya
Penduduk Kalingga hidup dengan teratur. Ketertiban dan
ketentraman sosial di Kalingga dapat berjalan dengan baik berkat kepemimpinan
Ratu Sima yang tegas dan bijaksana dalam menjalankan hukum dan pemerintahan.
Dalam menegakkan hukum Ratu Sima tidak membedakan antara rakyat dengan anggota
kerabatnya sendiri.
Berita tentang ketegasan hukum Ratu Sima pernah
didengar oleh Raja Ta-Shih. Ta-Shih adalah sebutan Cina untuk kaum muslim Arab
dan Persia. Raja Ta-Shih kemudian menguji kebenaran berita tersebut. Ia
memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu kantong emas di jalan
wilayah Kerajaan Ratu Sima. Selama tiga tahun kantong itu dibiarkan tergeletak
di jalan dan tidak seorangpun berani menyentuh. Setiap orang melewati kantong
emas tersebut berusaha menyingkir.
5. Peninggalan Sejarah
a.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur,
Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
b.
Candi Bubrah
Candi
Bubrah ditemukan di Desa Tempur,
Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
c.
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang
mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan
dengan Sungai Gangga di India.
d.
Prasasti Sojomerto
Prasasti
Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Raban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Prasasti ini beraksara Kawi danberbahasa Melayu dan berasal dari sekitar abad ke-7M.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh
utamanya.
e.
Prasasti Upit
6. Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga
Ratu Shima meninggal sekitar tahun 732 (abad ke-7) dan
digantikan oleh keturunannya. Mulai dari sini, telah nampak runtuhnya Kerajaan
Kalingga secara perlahan.
Di sisi lain, Kerajaan Sriwijaya mulai muncul dan kuat
baik dalam hubungannya dengan kerajaan luar maupun militer. Kerajaan Sriwijaya
menghendaki untuk melakukan penyerangan terhadap bumi Jawa. Dari serangan
tersebut, Kerajaan Kalingga dapat dikalahkan dan di taklukkan oleh Kerajaan
Sriwijaya
B. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara.
Kerajaan yang dikenal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasi
pulau Sumatra, Jawa, Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan
Semenanjung Malaya yang kemudian menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan
yang berhasil menguasai perdagangan di Asia-tenggara pada masa itu. Kata
'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang berarti bercahaya atau
gemilang dan 'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi Sriwijaya berarti
kemenangan yang gemilang.
1. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya
Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan
berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua datangnya dari berita Cina yaitu
pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama I-Tsing yang ingin
belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya
pada saat itu dipimpin oleh Dapunta Hyang.
Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa
prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, diantaranya adalah prasasti Kedukan
Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt adalah Dapunta Hyang
mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil
menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya
menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan
Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Balaputradewa, dan pada saat itu pula kegiatan perdagangan di
luar negri ditunjang dengan menaklukkan wilayah sekitar hingga wilayah kerajaan
Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah
perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang kepemimpinan
Raja Balaputradewa ini dimuat dalam prasasti Nalanda dan prasasti Ligor. Raja Kerajaan Sriwijaya yang terakhir
adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman,
hubungan kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Chola dari india yang semula sangat
erat mulai renggang, hal ini disebabkan oleh serangan yang dilancarkan Kerajaan
Chola dibawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di Semenanjung
Malaya. Serangan yang berlangsung pada tahun 1017, 1025, dan 1068 ini mengakibatkan
kemunduran kerajaan sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh setelah kerajaan
Chola berhasil menyandera Raja Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Setelah itu Kerajaan
Chola mengambil alih pengaruh perdagangan dan politik.
2. Letak Kerajaan
Bukti
awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Dalam hal kerajaan Sriwijaya ini, jarak waktu yang
terlalu jauh menjadikan banyak perdebatan mengenai sejarah kerajaan sriwijaya ini, termasuk diantaranya adalah
letak pasti kerajaan yang berkembang di abad ke-7 masehi ini. Pendapat ini
memiliki dukungan bukti tertentu yang membuat semakin sulit mengetahui letak
kerajaan Sriwijaya secara pasti. Pendapat yang pertama datang dari Pirre-Yves
Manguin yang melakukan penelitian pada tahun 1993, dimana ia berpendapat bahwa
kerajaan Sriwijaya terletak di daerah sungai Musi antara Bukit Siguntang dan
Sabokiking yang saat ini masuk dalam wilayah provinsis Sumatera Selatan.
Pendapat lain adalah dari ahli sejarah Soekmono yang
mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di hilir sungai Batanghari, yakni
antara Muara Sabak hingga Muara Tembesi yang berada di provinsi Jambi. Ada lagi
pendapat lain yang mengatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya ada di sekitar
candi Muara Takus yang masuk dalam provinsi Riau yang dikemukakan oleh Moens.
Dasar dari pendapat ini adalah petunjuk rute perjalanan I Tsing dan ide
mengenai persembahan untuk kaisar China pada tahun 1003, yakni berupa candi.
Namun hingga kini belum ada kesepakatan dan bukti yang sangat kuat dimana pusat
kerajaan Sriwijaya sebenarnya berada.
Namun, Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti
disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya
di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
3.
Sistem
Pemerintahan
Wilayah Sriwijaya ternyata membutuhkan pengawasan yang
ekstra karena luasnya kekuasaan kerajaan ini. Untuk menjaga eksistensi
kekuasaan, Raja Sriwijaya menerapkan beberapa kebijakan, misalnya saja dalam
beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi siapa saja yang tidak taat
pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur. Fungsi ancaman
(kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap
daerah taklukannya. Secara struktural, Raja Sriwijaya memerintah secara
langsung terhadap seluruh wilayah kekuasaan (taklukan). Di beberapa daerah
taklukan ditempatkan pula wakil raja sebagai penguasa daerah. Wakil raja ini
biasanya masih keturunan dari raja yang memimpin. Maka masuk akal jika dijumpai
pula prasasti yang berisi kutukan untuk anggota keluarga kerajaan. Maksud dari
kutukan ini adalah untuk menunjukkan sikap keras dari raja yang berkuasa,
sekaligus suatu sikap dari raja yang tidak menghendaki kebebasan bertindak yang
terlalu besar pada penguasa daerah.
4.
Kehidupan
Ekonomi
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan
terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan
diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu lintas pelayaran dan
perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka,
Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke
Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang
meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai
Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama
diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapalkapal yang singgah di
pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain
kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan
wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar
adalah sebagai berikut.
a. Letaknya
yang sangat strategis di jalur perdagangan.
b. Kemajuan
pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
c. Runtuhnya
Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada
Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
d. Sriwijaya
mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia
Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
5.
Kehidupan
sosial
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis
dalam lalu lintas perdagangan internasional menyebabkan masyarakatnya lebih
terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah
mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya. Kemungkinan
bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan
para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia. Penduduk
Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang.
Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India,
adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya
pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.
6.
Kehidupan
masyarakat
Karena kerajaan sriwijaya dipengaruhi oleh agama
budhamaka kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaranya selain itumasyarakat juga
menjali hubungan dengan kerajaan lain. Agama Buddha yang berkembang di
Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah
Dharmakirti.
7.
Budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi kebudayaan
India, pertama ialah kebudayaan agam Hindu, kemudian diikuti kebudayaan agama
Buddha. berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks
dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana
digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti Siddhayatra abad
ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha untuk memberkati
peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja
Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama
Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama
Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya
merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya
dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala seperti
candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam
bidang kebudayaan.
8.
Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara
para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui
pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan
perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari
pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan
Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan
Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda
(Benggala).
9.
Keruntuhan
Sriwijaya
Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:
1) Pada
tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di
Koromande, India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah
armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh
pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
2) Melemahnya
kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri
sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian
menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung
Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
3) Melemahnya
Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan
aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena
daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke
tangan raja-raja sekitarnya.
4) Munculnya
kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya
seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi
yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan
Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.
10. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Ada dua jenis
sumber sejarah yang menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Sumber
berita asing dan prasasti.
1)
Sumber Berita Asing
§
Berita dari Cina Dalam perjalanannya untuk
menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina, singgah di
Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau
tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin
kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai
Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
§
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag
(Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan
emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain
disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina
daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau
Emas) karena banyak menghasilkan emas.
2)
Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan
Sriwijaya juga tercatat pada prasasti-prasasti yang pernah ditinggalkan,
diantaranya:
§
Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang.
Isinya: Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara,
kemudian berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan
itu Sriwijaya menjadi makmur.
§
Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah
barat Palembang. Isinya tentang pembuatan sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta
Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
§
Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
§
Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi.
Keduanya berisi permohonan kepada Dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan
Sriwijaya.
§
Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di
Palembang. Isinya kutukan-kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan
melanggar perintah raja.
§
Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan.
Isinya Lampung Selatan telah diduduki oleh Sriwijaya.
§
Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting
Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan kerajaan
ho – ling selanjutnya tidak diketahui dengan jelas. Kemungkinan dipindahkan ke
Jawa Timur. Ada satu berita dari China yang mengatakan bahwa ibukota kerajaan
ho-ling dipindahkan ke Jawa Timur oleh Ki-Yen mungkin seorang rakryan, tapi
sebab-sebab kepindahan tidak diketahui. Di Malang, Jawa Timur di desa Dinoyo
ditemukan sebuah prasasti berupa angka tahun 760 M yang isinya mengenai
pembuatan sebuah arca Agastya.
Sedangkan Sriwijaya
hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan dari ingatan
masyarakat pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh Coedès
pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan
politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan
kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya di masa lalu.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan
diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota, dan nama ini juga digunakan
oleh Universitas
Sriwijaya yang
didirikan tahun 1960 di Palembang. Demikian pula Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera
Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion
Gelora Sriwijaya, dan
Sriwijaya
Football Club (Klub sepak
bola Palembang), semua dinamakan demikian untuk menghormati, memuliakan, dan
merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.
1. Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan
dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan
Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan
negara maritimnya.
3. Sejarah
Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan
baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.
4. Faktor
penyebab keruntuhan :
a.
Berulang kali diserang kerajaan Colomandala
b.
Kerajaan taklukan Sriwijaya banyak yang melepaskan
diri
c.
Terdesak perkembangan kerajaan di Thailand
d.
Terdesak pengaruh kerajaan Singosari
e.
Mundurnya perekonomian dan perdagangan Sriwijaya
f.
Tidak adanya raja yang cakap dan berwibawa
g.
Serangan Majapahit dalam upaya penyatuan
nusantara
B. Saran
Dalam pembuatan makalah
ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari isi maupun cara
penulisan. Untuk itu kami, mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas dengan
hasil yang kami sajikan. Kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki
makalah ini agar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Munoz,
Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the
Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet
Muljana,
Slamet (2006).
F.W. Stapel. ed. Sriwijaya. PT. LKiS Pelangi Aksara.
Taylor,
Jean Gelman (2003).Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale
University Press.
Krom,
N.J. (1938). "Het Hindoe-tijdperk". di dalam F.W. Stapel.Geschiedenis
van Nederlandsch Indië. Amsterdam: N.V. U.M. Joost van den Vondel.
hlm. vol. I p. 149.
Ahmad
Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa
Situs dan Temuannya", Museum Negeri Sumatera Selatan, Dinas Pendidikan
Provinsi Sumatera Selatan.
Soekmono, R. (2002). Pengantar sejarah
kebudayaan Indonesia 2. Kanisius.
Marwati
Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1992), Sejarah nasional
Indonesia: Jaman kuna, PT Balai Pustaka
Forgotten
Kingdoms in Sumatra, Brill Archive
Rasul,
Jainal D. (2003). Agonies and Dreams: The Filipino Muslims and Other
Minorities". Quezon City: CARE Minorities. hlm. pages 77.
Sastri
K. A. N., (1935). The Cholas. University of Madras.
Kulke,
H. (2009). Nagapattinam to Suvarnadwipa: reflections on Chola naval
expeditions to Southeast Asia. Institute of Southeast Asian.
No comments:
Post a Comment