Sunday 22 October 2017

Makalah Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata


Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT sebagai syahidan, mubasysyiran, dan nadziran bagi segenap manusia. Ajaran Islam ad-Din al-Haq yang dibawanya ke semua dasarnya adalah wahyu Allah SWT dalam Al-Qur’an . Sebagai seorang uswat al-Hasanah beliau SAW adalah penyampai, penafsir, dan penjelas firman-firman Allah dalam Al-Qur’an lewat qaul beliau, fi’liyah beliau, dan taqrir beliau SAW.
Islam adalah Rahmat li al-‘Alamin, di dalam ajaran-ajarannya terkandung nilai-nilai cinta kasih yang telah nyata dicontohkan oleh baginda Muhammad SAW lewat akhlak mulia beliau.  Berikut ini adalah sedikit pembahasan berkaitan dengan realisasi iman dalam kehidupan sosial berdasarkan uswah Rasulullah SAW dalam sunah beliau SAW.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa Cinta sesama muslim adalah sebagian dari kesempurnaan Iman?
2.      Bagaimana Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata?

C.    Tujuan
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas diharapakan dengan penulisan dapat di deskripsikan beberapa poin mengenai ;
1.      Mengapa Cinta sesama muslim adalah sebagian dari kesempurnaan Iman?
2.      Bagaimana Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata?
Penulisan ini bertujuan juga sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Ilmu Hadits dan sebagai pemenuhan satuan alokasi pengajaran (SAP) di STAI Al- Hilal Sigli.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cinta Sesama Muslim adalah Sebagian dari Kesempurnaan Iman
Cinta adalah sesuatu yang niscaya ada dalam peri kehidupan makhluk berakal seperti manusia baik berbangsa, bernegara, maupun dalam kehidupan beragama. Rasulullah SAW sebagai suri tauladan agung bagi manusia telah menjelaskan tentang betapa pentingnya cinta dan kasih sayang terhadap sesama insan dalam hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَِخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه ِ (رواه البخاري ومسلم وأحمد والنسائى)                     
Artinya: “Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Yahya telah menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a berkata bahwa Nabi saw. telah bersabda : “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan di sini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Hadis di atas tidaklah berarti bahwa seorang mu’min yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya berarti tidak beriman sama sekali. Pernyataan  ُأَحَدُكُمْ يُؤْمِنَ  لا pada hadis di atas mengandung makna “tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, harf nafi لا pada hadis tersebut bermakna ketidaksempurnaan buka ketidakberimanan.
Prinsip tersebut mengantar kita untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh saudara sesama muslim yang dalam hadis lain diibaratkan sebagai satu bangunan.

B.     Hadits Memuliakan Tamu, Tetangga, dan Cara Bertutur Kata
Seperti telah disebutkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Talib K.w. : “Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”. Konsekuensi bagi orang yang mengaku dirinya telah beriman Kepada Allah SWT, adalah keharusan untuk membuktikan keimanannya kepada Allah SWT. Rasulullah menyinggung hal ini dalam hadis berikut:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ  ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ                                                                     
 يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ                  
 (رواه البخارى)                       
Artinya : Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menyebutkan tiga di antara sekian banyak ciri dan sekaligus konsekuensi dari pengakuan keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari akhirat. Ciri – cirri orang beriman yang disebutkan dalam hadis di atas, adakalanya terkait dengan hak-hak Allah swt., yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan, seperti diam atau berkata baik, dan adakalanya terkait dengan hak-hak hamba-Nya, seperti tidak menyakiti tetangga dan memuliakan tamu.

1.      Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعَتْ أُذُنَايَ وَأَبْصَرَتْ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ قَالُوا وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ                                                                
 اللَّهِ قَالَ يَوْمُهُ وَلَيْلَتُهُ وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْه                                                                                                                          (متفق عـليه)   
                              
Artinya : “Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abi Syuraih al-’Adawiy, berkata, Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, ia harus menghormati tamunya dalam batas kewajibannya. Sahabat bertanya, “yang manakah yang masuk batas kewajiban itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, batas kewajiban memuliakan tamu itu tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” (Mutafaq Alaih).
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan damai.
2.      Memuliakan Tetangga
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi SAW. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ                                                         
بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه                                                             
Artinya : Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:“Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris”.(H.R.Bukhori)

3.      Berbicara Baik atau Diam
Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ فِي اَلشُّعَبِ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ وَصَحَّحَ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ مِنْ قَوْلِ لُقْمَانَ اَلْحَكِيمِ                                                           

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya. Riwayat Baihaqi dalam kitab Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim.
                                                 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sebagai sosok tauladan umatnya, Rasulullah SAW membuktikan kesempurnaan keimanannya dengan selalu berbuat sesuai dengan apa yang Allah SWT wahyukan pada beliau SAW. Maka tirulah beliau dengan menjalankan sunnahnya, agar sempurna keimanan kita. Dalam sebuah hadist Rasulullah berdo’a : “Ya Allah sebagaimana Engkau telah memperindah kejadianku maka perindahlah perangaiku.”
Cinta Sesama Muslim adalah Sebagian dari Kesempurnaan Iman
Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata
a)      Memuliakan Tamu
b)      Memuliakan Tetangga
c)      Berbicara Baik atau Diam

B.     Saran
Diharapkan bagi orang islam Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Bertutur Kata, banyak keutamaan ataupun hikmahnya terutama sebagai salah satu syarat kesempurnaan keimanan seorang muslim. Apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penbuatan makalah ini kami mohon kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kiranya cukup sekian apa yang dapat kami suguhkan dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih Wassalam .








DAFTAR PUSTAKA


Syafe’i, Rahmat. 2003. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan hukum). Bandung : CV. PUSTAKA SETIA.
Al Imam Al Hafizh, Ibnu Hajar Al Asqalani. 2004. Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari. Jakarta : PUSTAKA AZZAM

No comments:

Post a Comment

Makalah Sewa Menyewa

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat dan salam kepada junjungan kita N abi besar...