BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan sejak dahulu
hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik itu dari kalangan pemerintah
maupun dari masyarakat itu sendiri.Persoalan kejahatan bukanlah merupakan
persoalan yang sederhana terutama dalam masyarakat yang sedang mengalami
perkembangan seperti Indonesia ini. Dengan adanya perkembangan itu dapat
dipastikan terjadi perubahan tata nilai, dimana perubahan tata nilai yang
bersifat positif berakibat pada kehidupan masyarakat yang harmonis dan sejahtera,
sedang perubahan tata nilai bersifat negatif menjurus ke arah runtuhnya
nilai-nilai budaya yang sudah ada.“Kejahatan
adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat
dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.” (B. Simandjuntak, 1981, Pengantar
Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung: Tarsito, hal 71). Menurut Van
Bemmelen, kejahatan adalah:“Tiap kelakukan yang bersifat tindak susila yang
merugikan yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat
tertentu. Sehingga masyarakat itu berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya
atas kelakukan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena
kelakuan tersebut”.Sementara itu, menurut Bonger, “Setiap kejahatan
bertentangan dengan kesusilaaan, kesusilaan berakar dalam rasa sosial dan lebih
dalam tertanam daripada agama, kesusilaan merupakan salah satu kaidah
pergaulan” Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi
lingkungannya adalah aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus
pada hal-hal negatif.Dikatakan negatif karena para remaja bersikap dan
bertingkah laku yang menyimpang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
berbagai macam perilaku seksual disalurkan dengan sesama jenis kelamin, dengan
anak yang belum berumur, dan sebagainya.
Permasalahan sebuah
rumah tangga yang tidak dapat diurai secara jelas dapat menyebabkan keretakan
sebuah kebersamaan yang serius yaitu ,perceraian. Perceraian kemudian
melahirkan babak kehidupan baru seperti terjadinya peran baru yang disebut
single parent Single parent seorang ayah atau seorang ibu yang memikul tugasnya
sendiri sebagai kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Orang tua tunggal
atau biasa disebut dengan istilah single parent yaitu orang tua yang hanya terdiri
dari satu orang saja, dimana didalam rumah tangga ia berperan sebagai ibu dan
juga berperan sebagai ayah. Saat ini keluarga orang tua tunggal memiliki
serangkaian masalah khususl.Orang tua tunggal ini menjadi lebih penting bagi
anak dan perkembangannya karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan
untuk saling menopang.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja bentuk-bentuk pelecehan seksual?
2.
Apa faktor penyebab terjadinya pelecehan
seksual?
3.
Bagaimana dampak pelecehan seksual?
4.
Apa landasan hukum untuk pelaku tindak pelecehan
seksual?
5. Bagaimana
cara mencegah pelecehan seksual?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk Mengetahui apa saja bentuk-bentuk
pelecehan seksual
2.
Untuk Mengetahui apa faktor penyebab terjadinya
pelecehan seksual
3.
Untuk Mengetahui bagaimana dampak pelecehan seksual
4.
Untuk Mengetahui apa landasan hukum untuk pelaku
tindak pelecehan seksual
5.
Untuk Mengetahui bagaimana cara mencegah
pelecehan seksual
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual
mencakup perilaku menetap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh tubuh
perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang
tidak di inginkan, mengajak kencan
berulang kali hingga sampai dengan
pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu secara lebih
jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual (Collier, 1992)
adalah sebagai berikut :
1.
Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis
dengan siulan.
2. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat.
3. Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa
kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak
menyukainya.
4.
Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan,
pakaian atau gaya seseorang.
5. Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki,
mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.
6.
Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin
kepada orang yang terhina karenanya.
Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan
seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang
lebih tersistematis :
1.
Gender
Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan
berdasarkan jenis kelamin.
2.
Seductive
Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat
tidak senonoh atau merendahkan
3.
Sexual
Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan
memberikan janji akan suatu ganjaran.
4.
Sexual
Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal
yang bersifat seksual.
5.
Sexual
Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual
yang terang-terangan atau kasar.
Sedangkan Kelly (1988) membaginya dalam bentuk pelecehan seksual yang
dapat dilihat sebagai berikut :
1.
Bentuk Visual
: tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang bersifat
seksual.
2.
Bentuk Verbal
: siulan-siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang bersifat
mengancam (baik secara langsung maupun tersirat).
3.
Bentuk Fisik : menyentuh, mencubit,
menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa
diinginkan.
Menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri utama
yang membedakan pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1.
Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi
sasaran.
2.
Seringkali dilakukan dengan disertai janji,
iming-iming ataupun ancaman.
3.
Tanggapan (menolak atau menerima terhadap
tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau
pekerjaan.
4.
Dampak dari tindakan sepihak tersebut
menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah, benci,
dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan sebagainya.
B. Penyebab terjadinya pelecehan seksual
Secara umum tentang
asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima
bagian, yaitu :
1.
Pengalaman pelecehan seksual dari faktor
biologik.
Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki
itulah yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”. Sedangkan perempuan itulah yang lebih
berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya. Selain itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan
kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan seksual
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu melakukan rangsangan erotis untuk
menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidak mampuannya dalam menahan keinginan dan dorongan-dorongan
seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui pelecehan seksual.
2.
Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial
budaya
Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang
semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak
berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan
bermasyarakat. Adanya realita bahwa
fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan telah turut mempengaruhi pola pikir,
sikap dan tingkah laku lelaki terhadap perempuan dan sebaliknya. Selain itu, budaya pun mempengaruhi
perlakuan seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi. Hal ini
berdasarkan peran jenis kelamin atau social-role stereotype, dimana dengan kebudayaan Indonesia yang
partiakal tersebut menempatkan laki-laki pada posisi superordinat dan perempuan
dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan timbulnya pelecehan
(perendahan secara harkat dan martabat) sampai timbulnya pelecehan seksual.
3.
Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual
Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap
adanya pelecehan seksual.Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya
banyak kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Sehingga
belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif terhadap
dirinya. Kejadian ini terjadi,
biasanya dengan keberadaan atau posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan
sebagai bawahannya. Dimana, perempuan
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki.
4.
Keluarga dilihat dari faktor ekonomi
Pada masyarakat dengan tingkat kehidupan sosial
ekonomi rendah, mobilitas (dalam
artian untuk kepentingan rekreasi) sangat rendah frekuensinya hingga realisasi
mobilitas tersebut terpaku pada lingkungannya saja. Hal mana mendorong budaya
kekerasan sebagai jalan keluarnya dan sasaran paling mudah adalah kaum
perempuan. Hali ini dilakukan dengan
anggapan sebagai pelarian yang paling mudah mengingat adanya anggapan bahwa
secara fisik perempuan lemah.Apalagi adanya budaya kekerasan yang mendominir
realitas kehidupan sehari-hari, hingga kekuatan fisik atau jasmani, kekuatan
kelompok merupakan symbol dan status sosial dalam masyarakat tersebut dan hal
mana berdampak pula terhadap pandangan, anggapan
serta sikap dalam mengartikan kehadiran kaum perempuan di lingkungan tersebut.
5.
Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari
faktor pembelajaran sosial dan motivasi.
Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap
disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan diatas, maka
pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap dilakukan
dalam masyarakat. Hal ini mengingat
bahwa hukum yang menindak dengan tegas kasus-kasus pelecehan seksual belum juga
sempurna, malah memperkuat dan menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual.
Selain itu, seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila
hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka kecenderungan tingkah laku ini
akan terus berulang. Dalam beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan agar
laki-laki tetap menempati posisinya.Hal ini didorong oleh motif ekonominya.
C. Dampak pelecehan seksual
Dampak pelecehan
seksual bagi pelajar lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J.
Sossetti dengan tepat mengatakan bahwa ”dampak pelecehan seksual pada pelajar
adalah membunuh jiwanya”. Bagaimana tidak, luka pelecehan itu akan dibawa terus
oleh seorang anak hingga ia dewasa, menjadi luka abadi yang sulit dihilangkan.
Dampak Psikologis
Pelecehan Seksual Menurut Collier (1992), dampak-dampak psikologis pelecehan
seksual tergantung pada :
1.
Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering
terjadi, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan.
2.
Parah tidaknya (halus atau kasar, taraf) semakin
parah tindak pelecehan seksual dan semakin tindakan tersebut menghina martabat
dan integritas seseorang, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan, apalagi
jika menyangkut keluarga korban.
3.
Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya
verbal : semakin tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara
fisik, lebih dalam dampak dan luka yang ditimbulkan. Bila pelecehan seksual
dilakukan dengan ancaman pemecatan dan korban tidak yakin mampu menemukan
pekerjaan lain, maka dampak psikologis akan lebih besar.
4.
Apakah menggangu kinerja pekerja : bila ya, maka
akan disertai dengan rasa frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah
dan jauh pelecehan itu mengganggu kinerja korban. Semakin parah gangguan yang
dialaminya, semakin tinggi taraf frustasi dan semakin parah kerusakan
psikologisnya.
Secara umum, menurut Kelly (1998) dampak utama psikologis pelecehan
seksual yang paling sering tampil adalah:
1.
Jengkel, senewen, marah, stress hingga breakdown
2.
Ketakutan, frustasi, rasa tidak berdaya dan
menarik diri
3.
Kehilangan rasa percaya diri
4.
Merasa berdosa atau merasa dirinya sebagai
penyebab
5.
Kebencian pribadi hingga generalisasi kebencian
pada pelaku atau mereka dari jenis kelamin yang sama dengan pelaku.
Menurut Rumini & Sundari (2004) wanita yang mengalami pelecehan
seksual dapat mengalami akibat fisik seperti gangguan perut, nyeri tulang belakang,
gangguan makan, gangguan tidur rasa cemas dan mudah marah.Sedangkan akibat
psikologis ynag dirasakan antara lain adalah perasaan terhina, terancam dan
tidak berdaya. Hasil ini diperkiat oleh penelitian Goodman (dalam Rumini &
Sundari, 2004) yang menyatakan bahwa wanita korban pelecehan seksual sebagian
besar mengalami simtom-simtom fisik dan stress emosional. Beberapa peneliti
mencoba menyimpulkan akibat dari pelecehan seksual pada kehidupan perempuan dan
kesejahteraannya dapat diperiksa dari tiga perspektif utama yaitu yang
berkaitan dengan pekerjaan atau pendidikan, faktor psikologis dan fisik yang
berkaitan dengan masalah kesehatan (Basri, 1994)
D. Landasan Hukum
Perlindungan hukum yang
dapat diberikan terhadap perempuan yang menjadi korban tindak
kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui :
1.
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT
dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’
2.
Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan
seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi
yang paling kejam terhadap perempuan.
3.
UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam Pasal 5,
Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi
korban.
4.
pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal
percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP)
5.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”),
sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari KUHP.
6.
Pasal 82 UU Perlindungan Anak:
“Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).”
E. Cara Mencegah Pelecehan seksual
1.
Selalu bersikap waspada. Sikap ini bisa
ditunjukkan misalnya:
a.
Jika memilih menggunakan taksi sebisa mungkin
menggunakan layanan jemput misalnya dari kantor, hotel, pusat perbelajaan dan
sebagainya. Dengan layanan ini perusahaan taksi akan mencatat peredaran
taksinya, sementara kantor/hotel/atau pusat perbelanjaan juga akan mencatat
identitas taksi
b.
Tulis identitas taksi meliputi nama taksi,
pengemudi, no identitas dan no pintu dan segera kirim pada orang terdekat.
c.
Segera telpon orang terdekat dan informasikan
identitas
d.
Jika memilih bus atau angkot umum segera turun
jika merasa ada hal yang aneh dan mencurigakan
e.
Jika memilih ojek dan memungkinkan, pilihlah
yang anda kenal atau ojek langganan. Jangan lupa minta no hp jika ada, juga
catat no kendaraan
2.
Membekali diri dengan keterampilan bela diri
bisa menjadi cara untuk menangkis perkosaan
3.
Melakukan perlawanan, seperti berteriak,
memukul, menendang, lari dan lain-lain.
4.
Ketika sedang berjalan di tempat umum, usahakan
untuk tidak berjalan sendirian, ajak teman untuk bisa jalan bersama-sama. Kalau
terpaksa harus berjalan sendiri, tunjukkan rasa percaya diri, tegakkan kepala
dan selalu perhatikan keadaan di sekitar.
5.
Jangan pernah menerima ajakan orang yang tidak
dikenal untuk menumpang kendaraannya. Karena ini sama saja mengundang orang
lain untuk melakukan hal-hal yang merugikan kita.
6.
Selalu siap sedia membawa 'senjata'. Misalnya,
parfume, alarm, atau gunting kuku yang bisa membantu Anda melawan si pelaku.
Ini bisa memberikan kesempatan untuk Anda melarikan diri, karena alat-alat
tersebut bisa memberikan Anda waktu sekitar 3-15 menit untuk melarikan diri
dari si pelaku pelecehan seksual.
7.
Gunakan pakaian dan aksesoris yang sopan dan
wajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelecehan Seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya.
Pelecehan Seksual
terjadi disebabkan karena factor-faktor tertentu, diantaranya: faktor gaya
hidup dan hubungan, pelecehan seksual tidak akan terjadi apabila seseorang bisa
menjaga dirinya baik itu dari hal hubungan ataupun gaya hidup bahkan media masa
dan pergaulan antar sesama pun bisa mengakibatkan terjadinya pelecehan seksual.
Dan hal yang perlu diperhatikan apabila terjadi pelecehan seksual, diantaranya
adalah:
a.
Katakan TIDAK dengan tegas tanpa senyum dan
minta maaf
b.
Buat jurnal kejadian
c.
Cari informasi tentang si peleceh dan
orang-orang sekitarnya
d.
Buat pernyataan tertulis kepada si peleceh bahwa
anda tidak suka dengan perilakunya
e.
Hubungi atasan atau pihak berwenang atau yang
mempunyai kedudukan seperti polisi/bosorang tua/tokoh agama/tokoh masyrakat dan
jelaskan apa yang terjadi.
Kejadian pelecehan seksual perlu ditindak tegas, maka dari itu kita harus
mempunyai trik-trik tertentu apabila hal itu terjadi, diantaranya ialah:
1)
Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara
sentuhan yang baik dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.
2)
Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu
yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan
fisik oleh dokter.
3)
Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’
jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan
kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.
B. Saran
Dari berbagai informasi
yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan seksual sangat berbahaya karena akan
menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari beban mental yang diderita
oleh korban, penyakit yang akan
diderita oleh pelaku dan juga oleh korban dan lain sebagainya. Maka dari itu
kita harus bisa menjaga diri dengan cara mendekat diri kepada yang Maha
Kuasa,pertebal iman kita supaya kita selalu dilindungi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak Jakarta: Penerbit Nuansa, Emmy Soekresno S. Pd.(2007)
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.Pelecehan
Seksual dan Kekerasan Seksual. 2002.
Romauli, Suryati, S. ST&Vindari, Anna Vida, S. ST. 2009. Kesehatan
Reproduksi Buat Mahasisiwi Kebidanan. Yogyakarta. Nuha Medika
Pedoman pelaksanaan kegiatan, komunikasi, informasi,
edukasi (KIE), kesehatan reproduksi :
untuk petugas kesehatan di tingkat pelayanan dasar. Jakarta: depkes: 2002
No comments:
Post a Comment