Tuesday 10 January 2017

Makalah Pelecehan Seksual Dalam Kesehatan Reproduksi

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Kejahatan sejak dahulu hingga sekarang selalu mendapatkan sorotan, baik itu dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri.Persoalan kejahatan bukanlah merupakan persoalan yang sederhana terutama dalam masyarakat yang sedang mengalami perkembangan seperti Indonesia ini. Dengan adanya perkembangan itu dapat dipastikan terjadi perubahan tata nilai, dimana perubahan tata nilai yang bersifat positif berakibat pada kehidupan masyarakat yang harmonis dan sejahtera, sedang perubahan tata nilai bersifat negatif menjurus ke arah runtuhnya nilai-nilai budaya yang sudah ada.“Kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.” (B. Simandjuntak, 1981, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Bandung: Tarsito, hal 71). Menurut Van Bemmelen, kejahatan adalah:“Tiap kelakukan yang bersifat tindak susila yang merugikan yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu. Sehingga masyarakat itu berhak mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakukan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut”.Sementara itu, menurut Bonger, “Setiap kejahatan bertentangan dengan kesusilaaan, kesusilaan berakar dalam rasa sosial dan lebih dalam tertanam daripada agama, kesusilaan merupakan salah satu kaidah pergaulan” Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif.Dikatakan negatif karena para remaja bersikap dan bertingkah laku yang menyimpang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai macam perilaku seksual disalurkan dengan sesama jenis kelamin, dengan anak yang belum berumur, dan sebagainya.
Permasalahan sebuah rumah tangga yang tidak dapat diurai secara jelas dapat menyebabkan keretakan sebuah kebersamaan yang serius yaitu ,perceraian. Perceraian kemudian melahirkan babak kehidupan baru seperti terjadinya peran baru yang disebut single parent Single parent seorang ayah atau seorang ibu yang memikul tugasnya sendiri sebagai kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Orang tua tunggal atau biasa disebut dengan istilah single parent yaitu orang tua yang hanya terdiri dari satu orang saja, dimana didalam rumah tangga ia berperan sebagai ibu dan juga berperan sebagai ayah. Saat ini keluarga orang tua tunggal memiliki serangkaian masalah khususl.Orang tua tunggal ini menjadi lebih penting bagi anak dan perkembangannya karena orang tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk saling menopang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja bentuk-bentuk pelecehan seksual?
2.      Apa faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual?
3.      Bagaimana dampak pelecehan seksual?
4.      Apa landasan hukum untuk pelaku tindak pelecehan seksual?
5.      Bagaimana cara mencegah pelecehan seksual?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui apa saja bentuk-bentuk pelecehan seksual
2.      Untuk Mengetahui apa faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual
3.      Untuk Mengetahui bagaimana dampak pelecehan seksual
4.      Untuk Mengetahui apa landasan hukum untuk pelaku tindak pelecehan seksual
5.      Untuk Mengetahui bagaimana cara mencegah pelecehan seksual


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual mencakup perilaku menetap, berbicara mengenai seksualitas, menyentuh tubuh perempuan, mencoba memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak di inginkan, mengajak kencan berulang kali hingga sampai dengan pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai pelecehan seksual (Collier, 1992) adalah sebagai berikut :
1.      Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
2.    Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat.
3.     Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.
4.      Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian atau gaya seseorang.
5.   Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.
6.      Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya.
Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Questionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang lebih tersistematis :
1.      Gender Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
2.      Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan
3.      Sexual Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
4.      Sexual Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
5.      Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
Sedangkan Kelly (1988) membaginya dalam bentuk pelecehan seksual yang dapat dilihat sebagai berikut :
1.      Bentuk Visual : tatapan yang penuh nafsu, tatapan yang mengancam, gerak-gerik yang bersifat seksual.
2.      Bentuk Verbal : siulan-siulan, gosip, gurauan seksual, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengancam (baik secara langsung maupun tersirat).
3.      Bentuk Fisik : menyentuh, mencubit, menepuk-nepuk, menyenggol dengan sengaja, meremas, mendekatkan diri tanpa diinginkan.
Menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri utama yang membedakan pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1.      Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran.
2.      Seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming ataupun ancaman.
3.      Tanggapan (menolak atau menerima terhadap tindakan sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau pekerjaan.
4.      Dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah, benci, dendam, hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan sebagainya.

B.     Penyebab terjadinya pelecehan seksual
Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1.      Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.
Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki itulah yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”. Sedangkan perempuan itulah yang lebih berkemungkinan untuk diposisikan sebagai korbannya. Selain itu, atribut pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki dalam mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi kelemahannya. Ketidak mampuannya dalam menahan keinginan dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan melalui pelecehan seksual.
2.      Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya
Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit banyak berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang kemudian dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya realita bahwa fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan telah turut mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku lelaki terhadap perempuan dan sebaliknya. Selain itu, budaya pun mempengaruhi perlakuan seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual terjadi. Hal ini berdasarkan peran jenis kelamin atau social-role stereotype, dimana dengan kebudayaan Indonesia yang partiakal tersebut menempatkan laki-laki pada posisi superordinat dan perempuan dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan timbulnya pelecehan (perendahan secara harkat dan martabat) sampai timbulnya pelecehan seksual.
3.      Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual
Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya pelecehan seksual.Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan belum punya banyak kesempatan untuk menikmati jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Sehingga belum mampu menolak perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif terhadap dirinya. Kejadian ini terjadi, biasanya dengan keberadaan atau posisi laki-laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahannya. Dimana, perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki.
4.      Keluarga dilihat dari faktor ekonomi
Pada masyarakat dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi rendah, mobilitas (dalam artian untuk kepentingan rekreasi) sangat rendah frekuensinya hingga realisasi mobilitas tersebut terpaku pada lingkungannya saja. Hal mana mendorong budaya kekerasan sebagai jalan keluarnya dan sasaran paling mudah adalah kaum perempuan. Hali ini dilakukan dengan anggapan sebagai pelarian yang paling mudah mengingat adanya anggapan bahwa secara fisik perempuan lemah.Apalagi adanya budaya kekerasan yang mendominir realitas kehidupan sehari-hari, hingga kekuatan fisik atau jasmani, kekuatan kelompok merupakan symbol dan status sosial dalam masyarakat tersebut dan hal mana berdampak pula terhadap pandangan, anggapan serta sikap dalam mengartikan kehadiran kaum perempuan di lingkungan tersebut.
5.      Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari faktor pembelajaran sosial dan motivasi.
Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan diatas, maka pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap disetujui untuk tetap dilakukan dalam masyarakat. Hal ini mengingat bahwa hukum yang menindak dengan tegas kasus-kasus pelecehan seksual belum juga sempurna, malah memperkuat dan menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual. Selain itu, seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka kecenderungan tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam beberapa kasus, pelecehan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati posisinya.Hal ini didorong oleh motif ekonominya.

C.    Dampak pelecehan seksual
Dampak pelecehan seksual bagi pelajar lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Stephen J. Sossetti dengan tepat mengatakan bahwa ”dampak pelecehan seksual pada pelajar  adalah membunuh jiwanya”. Bagaimana tidak, luka pelecehan itu akan dibawa terus oleh seorang anak hingga ia dewasa, menjadi luka abadi yang sulit dihilangkan.
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual Menurut Collier (1992), dampak-dampak psikologis pelecehan seksual tergantung pada :
1.      Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan.
2.      Parah tidaknya (halus atau kasar, taraf) semakin parah tindak pelecehan seksual dan semakin tindakan tersebut menghina martabat dan integritas seseorang, semakin dalam pula luka yang ditimbulkan, apalagi jika menyangkut keluarga korban.
3.      Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal : semakin tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara fisik, lebih dalam dampak dan luka yang ditimbulkan. Bila pelecehan seksual dilakukan dengan ancaman pemecatan dan korban tidak yakin mampu menemukan pekerjaan lain, maka dampak psikologis akan lebih besar.
4.      Apakah menggangu kinerja pekerja : bila ya, maka akan disertai dengan rasa frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah dan jauh pelecehan itu mengganggu kinerja korban. Semakin parah gangguan yang dialaminya, semakin tinggi taraf frustasi dan semakin parah kerusakan psikologisnya.
Secara umum, menurut Kelly (1998) dampak utama psikologis pelecehan seksual yang paling sering tampil adalah:
1.      Jengkel, senewen, marah, stress hingga breakdown
2.      Ketakutan, frustasi, rasa tidak berdaya dan menarik diri
3.      Kehilangan rasa percaya diri
4.      Merasa berdosa atau merasa dirinya sebagai penyebab
5.      Kebencian pribadi hingga generalisasi kebencian pada pelaku atau mereka dari jenis kelamin yang sama dengan pelaku.
Menurut Rumini & Sundari (2004) wanita yang mengalami pelecehan seksual dapat mengalami akibat fisik seperti gangguan perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan, gangguan tidur rasa cemas dan mudah marah.Sedangkan akibat psikologis ynag dirasakan antara lain adalah perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya. Hasil ini diperkiat oleh penelitian Goodman (dalam Rumini & Sundari, 2004) yang menyatakan bahwa wanita korban pelecehan seksual sebagian besar mengalami simtom-simtom fisik dan stress emosional. Beberapa peneliti mencoba menyimpulkan akibat dari pelecehan seksual pada kehidupan perempuan dan kesejahteraannya dapat diperiksa dari tiga perspektif utama yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan atau pendidikan, faktor psikologis dan fisik yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Basri, 1994)

D.    Landasan Hukum
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui :
1.      Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’
2.      Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi yang paling kejam terhadap perempuan.
3.      UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi korban.
4.      pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP)
5.      Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari KUHP.
6.      Pasal 82 UU Perlindungan Anak:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

E.     Cara Mencegah Pelecehan seksual
1.      Selalu bersikap waspada. Sikap ini bisa ditunjukkan misalnya:
a.       Jika memilih menggunakan taksi sebisa mungkin menggunakan layanan jemput misalnya dari kantor, hotel, pusat perbelajaan dan sebagainya. Dengan layanan ini perusahaan taksi akan mencatat peredaran taksinya, sementara kantor/hotel/atau pusat perbelanjaan juga akan mencatat identitas taksi
b.      Tulis identitas taksi meliputi nama taksi, pengemudi, no identitas dan no pintu dan segera kirim pada orang terdekat.
c.       Segera telpon orang terdekat dan informasikan identitas
d.      Jika memilih bus atau angkot umum segera turun jika merasa ada hal yang aneh dan mencurigakan
e.       Jika memilih ojek dan memungkinkan, pilihlah yang anda kenal atau ojek langganan. Jangan lupa minta no hp jika ada, juga catat no kendaraan
2.      Membekali diri dengan keterampilan bela diri bisa menjadi cara untuk menangkis perkosaan
3.      Melakukan perlawanan, seperti berteriak, memukul, menendang, lari dan lain-lain.
4.      Ketika sedang berjalan di tempat umum, usahakan untuk tidak berjalan sendirian, ajak teman untuk bisa jalan bersama-sama. Kalau terpaksa harus berjalan sendiri, tunjukkan rasa percaya diri, tegakkan kepala dan selalu perhatikan keadaan di sekitar.
5.      Jangan pernah menerima ajakan orang yang tidak dikenal untuk menumpang kendaraannya. Karena ini sama saja mengundang orang lain untuk melakukan hal-hal yang merugikan kita.
6.      Selalu siap sedia membawa 'senjata'. Misalnya, parfume, alarm, atau gunting kuku yang bisa membantu Anda melawan si pelaku. Ini bisa memberikan kesempatan untuk Anda melarikan diri, karena alat-alat tersebut bisa memberikan Anda waktu sekitar 3-15 menit untuk melarikan diri dari si pelaku pelecehan seksual.
7.      Gunakan pakaian dan aksesoris yang sopan dan wajar.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pelecehan Seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya.
Pelecehan Seksual terjadi disebabkan karena factor-faktor tertentu, diantaranya: faktor gaya hidup dan hubungan, pelecehan seksual tidak akan terjadi apabila seseorang bisa menjaga dirinya baik itu dari hal hubungan ataupun gaya hidup bahkan media masa dan pergaulan antar sesama pun bisa mengakibatkan terjadinya pelecehan seksual. Dan hal yang perlu diperhatikan apabila terjadi pelecehan seksual, diantaranya adalah:
a.       Katakan TIDAK dengan tegas tanpa senyum dan minta maaf
b.      Buat jurnal kejadian
c.       Cari informasi tentang si peleceh dan orang-orang sekitarnya
d.      Buat pernyataan tertulis kepada si peleceh bahwa anda tidak suka dengan perilakunya
e.       Hubungi atasan atau pihak berwenang atau yang mempunyai kedudukan seperti polisi/bosorang tua/tokoh agama/tokoh masyrakat dan jelaskan apa yang terjadi.
Kejadian pelecehan seksual perlu ditindak tegas, maka dari itu kita harus mempunyai trik-trik tertentu apabila hal itu terjadi, diantaranya ialah:
1)      Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.
2)      Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.
3)      Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.

B.     Saran
Dari berbagai informasi yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan seksual sangat berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari beban mental yang diderita oleh korban, penyakit yang akan diderita oleh pelaku dan juga oleh korban dan lain sebagainya. Maka dari itu kita harus bisa menjaga diri dengan cara mendekat diri kepada yang Maha Kuasa,pertebal iman kita supaya kita selalu dilindungi-Nya.



DAFTAR PUSTAKA


Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak Jakarta: Penerbit Nuansa, Emmy Soekresno S. Pd.(2007)
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual. 2002.
Romauli, Suryati, S. ST&Vindari, Anna Vida, S. ST. 2009. Kesehatan Reproduksi   Buat Mahasisiwi Kebidanan. Yogyakarta. Nuha Medika
Pedoman pelaksanaan kegiatan, komunikasi, informasi, edukasi (KIE), kesehatan reproduksi : untuk petugas kesehatan di tingkat pelayanan dasar. Jakarta: depkes: 2002


No comments:

Post a Comment

Makalah Sewa Menyewa

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat dan salam kepada junjungan kita N abi besar...